Sejarah Hmi Blitar | Latar Belakang Berdiri - HMI BLITAR RAYA | HMI Komisariat Syarif Hidayatullah Blitar
kasihmura.com
|
Profil G+ Profil Facebook Profil twitter profil Youtube rss feed comment feed
Headlines News :

Test Footer 2

Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Sejarah Hmi Blitar | Latar Belakang Berdiri

Sejarah Hmi Blitar | Latar Belakang Berdiri

Written By Admin on Senin, 13 Mei 2013 | 22.34



1. LATAR BELAKANG BERDIRI

A.    KONDISI SOSIAL POLITIK
Blitar adalah salah satu wilayah di sebelah selatan Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Secara geografis Blitar adalah persimpangan tiga kota besar yaitu Malang, Kediri, dan Tulung Agung. Sebelah timur, Blitar berbatasan langsung dengan Malang, di sebelah utara Blitar berbatasan dengan Kediri. Disebelah barat, Blitar berbatasan dengan Tulung Agung. Sedangkan di sebelah selatan, Blitar berbatasan langsung dengan laut selatan yakni laut yang terkenal dengan ombaknya yang besar dan mitos tentang penguasa laut selatan yakni Nyi Roro Kidul.
Sebagai kota persimpangan, Blitar sering dijadikan transit antar kota, sehingga peran Blitar cukup strategis untuk wilayah jalur perdagangan,
Kalau menurut kontur tanah yang dimiliki, blitar dibagi menjadi dua wilayah yaitu Blitar utara dan Blitar selatan. Tanah diwilayah Blitar utara cenderung subur karena dekat denga gunung kelud yakni salah satu gunung di jawa yang masih aktif. Sedangkan tanah di wilayah Blitar selatan cenderung berbatu sehingga tingkat kesuburan tanah berkurang dibandingkan dengan tanah yang ada di Blitar utara.
Blitar secara administratif terbagai menjadi dua pemerintahan yaitu kota madya dan kabupaten. Kota madya terdiri dari tiga kecamatan yaitu :
a.       Kecamatan Sananwetan
b.      Kecamatan Sukorejo
c.       Kecamatan Kepanjen Kidul

Sedangkan Kabupaten terdiri dari 22 Kecamatan yaitu :

a)      Udanawu
b)      Wonodadi
c)      Srengat
d)     Ponggok
e)      Sanankulon
f)       Nglegok
g)      Sutojayan
h)      Garum
i)        Talun
j)        Selopuro
k)      Wates
l)        Binangun
m)    Selorejo
n)      Kesamben
o)      Kanigoro
p)      Wonotirto
q)      Kademangan
r)       Mbakung
s)       Wlingi
t)       Ndoko
u)      Gandusari
v)      Panggungrejo 

Tata kota pemerintahan Blitar layaknya Kabupaten-kabupaten di Indonesis berupa bangunan Pendopo lengkap dengan pringitan, alun-alun, pasar, dan masjid karena bagi orang Jawa hal itu mengandung nilai filosofis. Pendopo sebagai lambang pelayanan publik, alun-alun sebagai simbol manunggaling kawulo gusti , masjid bermakna spiritual dan pasar mengandung arti aktivitas perekonomian,
Secara historis posisi Blitar cukup vital bagi bangsa Indonesia, baik sesudah kemerdekaan maupun zaman kerajaan-kerajaan. Pada zaman kerajaan Majapahit, Blitar sebagai pusat peribadatan bagi kerajaan, terbukti dengan didirikannya Candi Penataran oleh Raja Majapahit dan menurut riwayat Prabu Jayanegara sebelum meninggal sering berkunjung ke Candi Penataran. Blitar juga sebagai kawasan netral diantara kawasan yang saling bertikai seperti Singosari/Tumapel di Malang, Daha/Panjalu di Kediri, kemudian Trowulan/Majapahit di Mojokerto, sehingga Blitar memiliki posisi yang cukup strategis diantara tiga kawasan tersebut.
Pada zaman menjelang kemerdekaan, nama Blitar kembali mencuat dengan meletusnya perlawanan PETA (Pembela Tanah Air) terhadap pemerintah kolonial Belanda yang di pimpin oleh Sudanco Supriadi. Perlawanan PETA diakui atau tidak mengilhami para pemuda untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Perlawanan PETA selain sebagai penyeimbang antara perjuangan diplomasi dan persenjataan juga sebagai ajang latihan dan juga pengalih perhatian dunia bahwa di Indonesia masih terjadi penjajahan.
Di Blitar juga bersemayam jasad dari salah satu Proklamator Indonesia yaitu Ir.Sukarno yang hari ini makamnya masih sering dikunjungi oleh para peziarah. Selain makam perpustakaan Bung Karno juga memiliki ribuan koleksi buku yang bisa dinikmati oleh para penggemar buku.
Selain makam dan perpustakaan, hal penting lainnya adalah ajaran-ajaran Sukarno yang hari ini masih dikagumi oleh banyak orang. Ajaran tentang Marhaenisme, Pancasila dll.
Blitar dulu adalah pusat kegiatan keagamaan kerajaan Majapahit, dan termasuk wilayah pedalaman karena jauh dari pelabuhan-pelabuhan besar seperti Gresik, Tuban, Lamongan, dan Surabaya sehingga secara kebudayaan Blitar bersifat statis karena sedikit sekali terkena pengaruh dari luar. Dibanding dengan Kediri yang mendapat ajaran Islam yang lebih kuat, Blitar hanya sedikit terpengaruh dengan ajaran Islam dan masih mempertahankan keyakinan kejawen, meminjam bahasa Clifort Geertz, rata-rata penduduk Blitar adalah kaum abangan tanpa menafikan yang lain.
Dilihat dari kacamata politik, pemimpin-pemimpin di Blitar rata-rata beridiologi nasionalis karena masih banyak yang mengagumi dan mengikuti ajaran-ajaran dari Bung Karno. Partai-partai yang berhaluan nasionalis mendapatkan tempat di hati masyarakat kota dan kabupaten Blitar.


B.     GERAKAN MAHASISWA
Indonesia mengalami berbagai perubahan zaman dan perubahan-perubahan itu terjadi secara alamiah dan juga rekayasa sosial. Perubahan yang terjadi karena rekayasa sosial tentu ada faktor pendorong sosial. Salah satu moment penting bangsa Indonesia yang terjadi karena rekayasa sosial, adalah proklamasi 1945, pergolakan 1965, dan reformasi 1998.
Aktor-aktor sosial pada waktu itu, dibuktikan dengan fakta sejarah adalah para pemuda (mahasiswa). Para pemuda terpelajar (mahasiswa) dalam strata sosial menempati posisi midle (tengah) sehingga bisa menjembatani antara kepentingan-kepentingan kelompok elit (penguasa dan pengusaha) dengan kelompok strata bawah (buruh, tani, dan nelayan).
Secara historis gerakan pemuda bisa dilacak pada awal abad ke-XX. Untuk memenuhi kepentingan anak-anak para kolonialis Belanda yang berada di Indonesia orang-orang Belanda telah membuka sekolah-sekolah dengan standart Eropa antara lain ELS (Europeesche Lagere School). Sekolah-sekolah tersebut kebanyakan diselenggarakan oleh organisasi penyebar agama seperti Missi atau Zending. Akan tetapi kontribusi pendidikan terhadap perjuangan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajahan Belanda baru memiliki dampak signifikan setelah pendidikan dilaksanakan secara massif sehubungan dengan politik etis yang dilaksanakan Belanda.
Politik etis adalah kebijakan Belanda bagi tanah jajahan melalui bentuk Edukasi (pendidikan), Irigasi (pengairan), dan Transmigrasi (perpindahan penduduk). Kebijakan politik etis adalah sebagai suatu hutang kehormatan dari pemerintah Belanda terhadap masyarakat pribumi di daerah jajahan. Adalah Van Deventer (1880-1897) seorang ahli hukum di Hindia Belanda yang mengkritik kebijakan pemerintah Belanda terhadap Pribumi di negeri jajahan. Dia menerbitkan salah satu artikel berjudul “Een eereschuld” (suatu hutang kehormatan) dalam majalah De Gids.
Sebenarnya kebijakan ini juga tidak lepas dari kemajuan usaha-usaha perekonomian di Hindia Belanda (Indonesia) yang membutuhkan banyak tenaga profesional dari pribumi yang bisa diupah rendah selain itu merasa punya hutang budi terhadap belanda karena diberi pendidikan.
Dalam pada itu, di pihak pemerintahan kolonial Belanda sendiri terdapat perbedaan tentang penerapan pendidikan bagi pribumi. Aliran pertama yang dipelopori oleh Snouck Hurgronye dan direktur pendidikan J.H Abendanon (1900-1905) mendukung pendidikan yang bersifat similasi yang elitis. Menurut paham ini dinyatakan bahwa pendidikan yang tepat adalah pendidikan gaya Eropa dengan bahasa pengantar adalah bahasa Belanda bagi kaum elit yang bisa dipengaruhi oleh Belanda. Dengan demikian pemerintah kolonial bisa memantau sekaligus mendapatkan tenaga professional yang murah daripada tenaga-tenaga orang Eropa. Pada tahun 1891 pemerintah mulai membuka sekolah-sekolah rendah Eropa sebagai syarat wajib bagi yang hendak masuk OSVIA atau STOVIA.
Aliran kedua, didukung oleh Van Heutz dan Idenburg keduanya adalah gubernur jendral yang ditempatkan di Hindia Belanda secara berurutan. Menurut mereka pendidikan yang mendasar dan praktis dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah dianggap akan secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ternyata dalam perkembangan pendidikan bagi penjajah bagai pisau bermata dua, di satu sisi pemerintah membutuhkan tenaga kerja professional dari pribumi dengan gaji rendah akan tetapi di sisi yang lain menghasilkan sekelompok warga yang mampu melihat kondisi bangsanya secara kritis dan kemudian memperjuangkan perbaikan bagi bangsanya.
Dengan demikian abad ke-XX terjadilah perubahan-perubahan mendasar dengan munculnya pelajar-pelajar pribumi yang gelisah dengan keadaan-keadaan bangsanya. Perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Belanda berganti dari perang menggunakan senjata beralih dengan mendirikan organisasi-organisasi Modern.
Organisasi modern pertama yang terbentuk adalah Budi Utomo (1908) yang didirikan oleh sekelompok mahasiswa STOVIA (sekolah kedokteran) yang dipelopori oleh Dr.Sutomo dan kawan-kawannya di STOVIA. Budi Utomo cepat dikenal oleh masyarakat sebagai organisasi modern dengan dibantu oleh surat kabar harian “Medan Prijaji” yang dipimpin oleh R.M Tirto Adi Suryo seorang pribumi pertama yang menerbitkan surat kabar sendiri bagi bangsanya.
Budi Utomo, idiologinya bersifat Jawa dan arah kebijakannya dibidang pendidikan kemudian banyak diikuti oleh pelajar-pelajar lain dalam mendirikan organisasi seperti Syarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian berubah nama menjadi Syarikat Islam (SI) yang berdiri dua tahun kemudian dari Budi Utomo. SDI/SI bergerak lebih luas daripada Budi Utomo karena SDI/SI tidak membatasi anggota hanya berasal dari priyayi Jawa akan tetapi seluruh pribumi yang berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. SDI/SI berbasis Islam dalam  mengambil unsur persamaan untuk menyatukan masyarakat tokoh-tokohnya antara lain R.M Tirto Adi Suryo, H Samanhudi, dan H.O.S Cokroaminoto.
Sejak saat itulah banyak organisasi mulai tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Masyarakat mulai mengerti pentingnya organisasi untuk menyampaikan pendapat dan juga sebagai alat untuk memperkuat posisi tawar (bargaining power) terhadap pemerintah kolonial Belanda. Banyak organisasi lahir berdasarkan ideologinya masing-masing seperti Muhammadiyah dan Nahdlotul Ulama (NU) yang beridiologi Islam sebagai alat perjuangan. PKI (Partai Komunis Indonesia), ISDV (Indische Veregening Democratie Social) yang berhaluan Marxis-Komunis, PNI (partai Nasional Indonesia), Partai Bangsa Indonesia, dan Parindra yang berideologi Nasionalis-Marhenis.
Dalam periode ini para pemuda telah menemukan  jati diri bangsa Indonesia dan mengikrarkan diri pada tahun 1928 dalam Sumpah Pemuda yaitu pernyataan bahwa para pemuda berbangsa, bertanah air dan berbahasa INDONESIA.
Lewat media massa barbagai organisasi saling berlomba berebut pengaruh khususnya kalangan pemuda. Dan secara garis besar pengaruh-pengaruh organisasi mengerucut menjadi tiga ideologi yaitu ideologi yang berorientasi pada Islam, Nasionalisme, Sosialisme-Komunisme. Dan pertarungan ideologi tersebut berlangsung lama hingga masa kemerdekaan.
Pada akhir pendudukan Jepang (1945) para mahasiswa telah menjadi tokoh berbagai organisasi dengan berbagai ragam cara berjuang yang mereka tempuh hingga memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945.
Dalam berbagai peristiwa monumental para pemuda dan mahasiswa mengambil peran sebagai aktor perubahan (agen of change) yang tidak kenal lelah. Kemudian masuk dalam kancah pertarungan kekuasaan dengan segala idealism dan rekam jejak mahasiswa.
Dalam periode kemerdekaan tugas mahasiswa sebagai aktor perubahan lebih kompleks daripada generasi sebelumnya karena generasi pasca kemerdekaan bertugas untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang mampu memperbaiki kondisi social masyarakat.
Adalah suatu keniscayaan pertarungan ideology berlanjut dalam masa pasca kemerdekaan. Partai-partai politik mengusung ideologinya dalam parlemen. Dan tiap-tiap partai politik membentu underbow (organisasi sayap). PNI yang beridiologi Nasionalis-marhenis membentuk underbow GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia), PKI yang beridieologi Marxis-Komunis membentuk underbow CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia), Partai NU membentuk underbow PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Partai Kristen Membentuk GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang berdiri sendiri sejak kelahirannya pada 5 Februari 1947 dan bersifat Independen secara politik pucuk pimpinannya dekat dengan parta MASYUMI walaupun bukan sebagai underbow. Dan keseluruhan organisasi pemuda di atas kecuali CGMI pada perkembangannya melepaskan diri dari induk partainya dan membentuk kelompok Cipayung yang terdiri dari organisasi-organisasi mahasiswa independen.
Para aktivis-aktivis gerakan mahasiswa pada 1965-1966 telah mampu bergerak secara massif dan menghasilkan gerakan yang dinamakan Orde-Baru  sebagai anti-thesa dari pemerintahan Orde-Lama yang di isi oleh aktivis-aktivis generasi tua. Para aktivis yang menumbangkan Orde-Lama antara lain Mahbub Djunaidi (PMII), Cosmas Batubara (PMKRI), Suryadi (GMNI), Sulastomo, Jusuf Kalla (HMI) adalah beberapa dari beratus tokoh aktivis mahasiswa yang telah menumbangkan Orde-Lama dan masuk dalam pemerintahan Orde Baru dibawah Jendral Suharto. Para tokoh angkatan 66 diatas pada masanya memang aktivis muda yang penuh inisiatif. Akan tetapi setelah masuk dalam kekuasaan pemerintah, hukum alam tidak dapat mereka hindari bahwa mereka kemudian juga menjadi establish yang mempertahankan status-quo seperti mahasiswa-mahasiswa terdahulu.
Dan untuk kesekian kalinya generasi tua ini dibawah pemerintahan Orde-Baru ditumbangkan oleh generasi-generasi muda angkatan 98 yang tidak tahan dengan kondisi social, politik,  ekonomi yang mengkhawatirkan.
Gerakan mahasiswa 98 masih ditopang oleh organisasi-organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMII, GMKI, PMKRI, IMM dan munculnya organisasi-organisasi baru seperti KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), SMID (serikat Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi), FORKOT (Forum Kota), Dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).



C.     ANALISIS KAMPUS
Pergerakan mahasiswa tidak hanya pada tataran nasional saja, akan tetapi melingkupi juga daerah-daerah di mana ada basis mahasiswa artinya di setiap daerah yang mempunyai perguruan tinggi baik besar maupun kecil disitu bisa dipastikan ada pergerakan mahasiswa.
Salah satu kota kecil yang mempunyai basis pergerakan mahasiswa adalah Blitar. Seperti disinggung di atas bahwa Blitar mempunyai sejarah panjang dalam masa-masa kemerdekaan dengan munculnya pemberontakan (perlawanan) PETA yang dipimpin oleh Sudanco Supriadi. Pada tataran selanjutnya Blitar berkembang seperti kota-kota lain di Indonesia. Struktur pembangunan di galakkan mulai dari gedung pemerintahan, pasar, rumah sakit dan perguruan tinggi (kampus). Dalam hal yang trakhir ini, Blitar mampunyai beberapa kampus antara lain
Ø  STIKIP Blitar
Ø  UIB (Universitas Islam Blitar)
Ø  STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) AL-Muslihun
Ø  AKPER
Ø  Kampus PGSD UM (kampus cabang Universitas Negeri Malang Yang di Blitar)
Ø  STIKEN (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi)

Beberapa kampus yang ada di Blitar ini mempunyai corak tersendiri karena beberapa perbedaan seperti jumlah mahasiswa, menejemen kampus, infrastruktur kampus sehingga mempengaruhi gerakan mahasiswa yang ada didalamnya.
Ø  STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan)
STKIP PGRI Blitar adalah kampus terbesar yang ada di Blitar. Secara kuantitas mahasiswa data tahun 2008 menunjukkan bahwa STKIP mempunyai jumlah mahasiswa sekitar 2000. Sampai tahun 2012 ini STKIP mampunyai 3 prodi (program studi) yakni PPKN (pendidikan pancasila dan kewarganegaraan), Pendidikan Bahasa Inggris, dan Pendidikan Matematika.
Mahasiswa STKIP berasal dari daerah-daerah sekitar Blitar dan secara ideologis mahasiswa STKIP berasal dari berbagai kalangan baik itu kalangan nasionalis, Islam, Kristen dan lain-lain. Sehingga gerakan mahasiswa yang ada di STKIP relative heterogen dan mempunyai basis dan cirri khas tersendiri dari gerakan mahasiswa dikampus lain yang ada di Blitar.
Ø  UIB (Universitas islam Balitar)
Bisa dikatakan bahwa kampus ini adalah satu-satunya universitas yang ada di Blitar. Tahun 2008 kampus ini tercatat mempunyai 9 Fakultas dan 17 Prodi. Namun secara kuantitas mahasiswa kampus ini masih kalah dengan STKIP.
Mahasiswa di UIB juga berasal dari berbagai kalangan sehingga gerakan mahasiswa di UIB juga relative heterogen. Akan tetapi dominasi ideology nasionalis cukup kental di UIB karena banyak mahsiswa dan dosen UIB mengikuti ajaran Bung Karno.
Ø  STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah)
STIT AL-Muslihun adalah perguruan tinggi tertua di Blitar. Perguruan tinggi ini secara cultural berbasis pada NU (Nahdlotul Ulama). Sehingga rata-rata mahasiswa STIT adalah kaum Nahdliyin. Oleh karena itu gerakan mahasiswa di STIT bersifat homogeny dan satu gerakan. Maka dinamika di STIT cenderung kurang karena didominasi oleh satu organ saja.
Ø  AKPER (Akademi Keperawatan)
Di kampus ini yang ditekankan adalah profesionalisme mahasiswa sehingga rata-rata mahasiswanya focus untuk kuliah. tugas serta jadwal praktek yang padat tidak memungkinkan untuk munculnya gerakan mahasiswa. Selama dalam pengamatan penulis kampus ini cenderung bersih dari gerakan mahasiswa walaupun ada beberapa individu-individu yang aktif dalam gerakan.



Ø  Kampus III UM
Universitas Negeri Malang (UM) berpusat di kota Malang. akan tetapi mempunyai cabang yang ada di Blitar untuk FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan) Jurusan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) dan Fakultas Ekonomi yang pindah tahun 2009 di Malang sehingga sejak tahun 2009 hanya PGSD yang bertempat di Blitar.
 Corak gerakan mahasiswa di kampus III UM hamper sama dengan kampus pusat di Malang. mahasiswa di kampus ini terdiri dari berbagai kalangan sehingga memungkinkan untuk beberapa organ ekstra dari berbagai ideology masuk.
Ø  STIKEN (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi)
Kampus yang terletak di tengah-tengah kota Blitar ini sepi dari gerakan. Dikarenakan secara kuantitas mahasiswa STIKEN lebih sedikit dari yang lain. STIKEN hanya membuka satu jurusan saja selain itu rata-rata mahasiswa kampus ini adalah perempuan sehingga “greget” untuk bergabung dalam gerakan relative kecil


D.    MENGENAL ORGAN EKSTRA DI BLITAR

Di kalangan perguruan tinggi potensi mahasiswa selain diasah di kampus khususnya dikelas melalui pelajaran-pelajaran dan mata kuliah, potensi mahasiswa juga di asah di organisasi.
Kalau diatas dijelaskan tentang gerakan mahasiswa sejak awal abad ke-XX dan penjelasan di atas menyinggung sedikit tentang organisasi maka dalam pembahasan kali ini akan di perdalam tentang organisasi mahasiswa.
Ada dikotomi organisasi dalam dunia kampus. Yakni organisasi intra kampus (ORMIK)  dan organisasi ekstra kampus (ORMEK). Organisasi intra kampus secara administrative di akui oleh kampus 
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : adadeny.com | Template | Blogger
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. HMI BLITAR RAYA | HMI Komisariat Syarif Hidayatullah Blitar - All Rights Reserved
Original Design by adadeny.com Modified by Deny`s